Rabu, 03 April 2013

BAHARI NUSANTARA




       Budaya Bahari
Indonesia disebut sebagai Negara Kepulauan Bahari mengapa demikian, karena letaknya yang sangat unik dan strategis dalam konfigurasi peta bahari dunia, berupa untaian pulau-pulau yang sambung menyambung dan merentang diantara Benua Asia dan Australia serta melintang diantara samudera Hindia dan Pasifik.
Potensi kekayaan bahari yang strategis tersebut telah memberikan keuntungan dan kemungkinan bagi Indonesia untuk memanfaatkan aturan kovensi kebaharian internasional, yang sebagimana diatur dalam United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS ’82). Indonesia meratifikasi UNCLOS ’82 dan kemudian mengukuhkannya dalam UU No. 17/1985. Karena telah diratifikasi dalam suatu hokum yang positif, maka selanjutnya telah memiliki hak dan wewenang penuh yang diakui oleh dunia internasional, dalam mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan bahari Nusantara untuk memenuhi segenap kepentingannya.
Secara geografis Indonesia sebagai Negara bahari mempunyai luas wilayah yang membentang mulai dari 95’-141’ BT dan diantara 60’ LU dan 110’ LS. Sedangkan luas wilayah perairan laut Indonesia tercatat kurang lebih 7,9 juta km/segi termasuk ZEE. Kalau dihitung panjang pantai yang mengelilingi seluruh kepulauan Nusantara tercatat kurang lebih 81.000 km, serta jumlah penduduk yang tinggak dikawasan pesisir terdapat lebih dari 40 juta orang. Namun berdasarkan UNCLOS ’82, luas wilayah perairan Indonesia meliputi kawasan laut seluas 2,8 juta km/segi dan Wilayah Laut seluas 0,3 juta km/segi. Secara geografis kepulauan Indonesia sangat strategis, yaitu berada pada titik persilangan antara jalur lalu lintas dan perdagangan dunia (Samudra Pasifik dan Hindia). Sehingga secara social budaya merupakan salah satu asset dan peluang yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan Negara dan bangsa Indonesia.
Indonesia mempunyai hak berdaulat atas kekayaan alam serta
berbagai kepentingan yang berada dalam ZEE, yang telah diakui secara internasional seluas 2,7 juta km/segi. Berdasarkan luas wilayah lautnya Indonesia tercatat sebagai Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan jumlah dan konfigurasi pulau-pulau yang sangat unik dan strategis.
Kebudayaan bahari sudah ada sejak nenek moyang bangsa Indonesia, ada beberapa bukti yang kuat untuk mempertegas kalau nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai kebudayaan bahari. Misalnya peninggalan sejarah SM berupa bekas Kerajaan Marina yang didirikan oleh para perantau dari Nusantara, ditemukan diwilayah Madagaskar. Bukti ini menunjukkan dengan jelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu ternyata telah dapat membangun kapal-kapal layar yang mampu mengarungi lautan sejauh kurang lebih 6.500 km yang merentang dari wilayah Nusantara sampai ke Madagaskar.
Pada catatan perkembangan sejarah peradaban kebudayaan Nusantara selanjutnya ditemukan diberbagai kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Nusantara yang pada umumnya juga memiliki dasar nilai-nilai kebudayaan kebaharian. Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Wilayah Nusantara, antara lain kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit.
Sebagai kerajaan maritime yang sangat kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta mengusai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya. Angkatan laut kerajaan Sriwijaya umumnya telah ditempatkan diberbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas utama mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut diwilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Kerajaan Majapahit yang didirikan Raden Wijaya berpusat di daerah Tarik, wilayah di tepi Sungai Brantas dekat pelabuhan Canggu Laut. Kekuatan dan kemasyuran yang dimiliki oleh Majapahit sebagai kerajaan maritime telah menyebabkan banyak kerajaan lain yang tunduk dan memilih bersekutu dengan Majapahit. Strategi politik Majapahit adalah ingin menyatukan kepulauan Nusantara dibawah kekuasaannya dan telah mendorongnya untuk memprioritaskan pembangunan armada laut yang tangguh. Kebijakan politik tadi telah dikukuhkan dalam Sumpah Amukti Palapa dari Majapahit Gadjah Mada yang intinya ingin mempersatukan seluruh wilayah Nusantara dibawah Majapahit.
Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit mengalami masa kejayaan dan keemasan karena telah mampu membangun berbagai kebesarannya. Hal ini dilandasi oleh ketajaman visi kemaritiman serta kesadaran yang tinggi terhadap keunggulan strategis letak geografi wilayah bahari Nusantara. Posisi strategis bahari Nusantara tidak muncul begitu saja, akan tetapi karena adanya rasa bangga dan bersyukur sebagai bangsa bahari yang kuat dan besar serta dilandasi seperangkat nilai budaya yang senantiasa berkembang.
Masa kejayaan dan emasan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit berakhir, yang dialami setelah masuknya VOC ke Indonesia (1602-1798). Salah satu peristiwa bersejarah yang menandai hilangnya kejayaan budaya bahari Nusantara adalah ditandatanginya naskah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh pihak Belanda dengan Raja Surakarta dan Jogjakarta.
Pada tahun 1957 tercatat ada kebangkitan baru bagi kebudayaan bahari Nusantara. Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan mendeklarasikan Wawasan Nusantara (oleh Perdana Menteri Juanda). Inti dari Wawasan Nusantara adalah wawasan kebangsaan bangsa Indonesia yang mengetengahkan diteguhkannya asas “Negara Nusantara”. Wawasan Nusantara merupakan cara memandang bahwa wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada dibawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Konsep “Negara Nusantara” , pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto telah dilaksanakan perjuangan diplomatis yang sangat gencar serta berkelanjutan, baik diforum internasional maupun regional. Sehingga pada tahun 1982 gagasan mengenai “Negara Nusantara” tadi berhasil mendapatkan pengakuan secara internasional, tepatnya dalam forum konvensi PBB tentang hokum laut tahun 1982 (UNCLOS ’82), serta berlaku efektif sebagai hokum internasional positif sejak 16 Novenber 1984.
Perjuangan untuk mengembangkan kebaharian Nusantara terus dilakukan.  Pada tahun 1998 Presiden BJ. Habibie kembali mendeklarasikan visi pembangunan kelautan bangsa Indonesia dalam sebuah “Deklarasi Bunaken”. Inti dari deklarasi tersebut adalah pemahaman bahwa laut merupakan peluang, tantangan, dan harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan, dan pembangunan bangsa Indonesia.
Perkembangan budaya bahari Nusantara selanjutnya terjadi pada tahun 1999. Terutama ditandai oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang menyatakan komitmennya terhadap “Pembangunan Kelautan” di Indonesia. Komitmen pembangunan di bidang maritime makin menampakkan harapan yang cerah dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan dikembangkannya Dewan Kelautan Nasional (DKN) menjadi Dewan Maritim Indonesia (DMI). 
Sumber: 

0 komentar:

Posting Komentar